Hegemoni
admin | 19 - Feb - 2009Seri Cultural Studies
Hegemoni merupakan konsep yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Antonio Gramsci pada tahun 1930an dan kemudian dipopulerkan oleh Cultural Studies hingga saat ini. Konsep ini merujuk pada kemampuan kelas dominan pada periode sejarah tertentu, lewat praktik-praktik sosial dan kebudayaan , tidak lewat praktik koersi kelas bawah secara langsung, untuk melanggengkan keberlangsungan dominasi sosial dan budaya mereka atas suatu bangsa atau masyarakat. Titik tekan praktik hegemoni ini tidak melalui sebuah kekuatan pemaksa atau pemaksaan masyarakat untuk menentang kesadaran mereka atau ketertundukan atas kekuasaan yang ada, namun hegemoni itu berlangsung melaui cara-cara yang halus, dimana kita melihat hal tersebut alamiah, sesuai dengan cara pandang atau kepentingan kelas dominan atau kelompok dominan. Jadi disini, ada pertispasi aktif kelas bawah dalam mehami diri mereka sendiri, relasi sosial yang ada dan dunia ini, keadaan tersubordinasi demikian adanya.
Hegemoni dijalankan dalam berbagai bentuk budaya sepeti iklan atau propaganda untuk mendukung paratai atau produk tertentu. Namun manipulasi atas citra dan makna semacam itu tidak bisa dianggap sebagao hegemoni yang berhasil, kenapa, karena secara gamblang disana terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan apa yang harus dikerjakan atau dilakukan oleh rakyat, jadi disini, kekuasaan yang dimaksudkanbelum bisa begitu saja beroperasi atau ada pada kalangan sasaran propaganda.
Dalam Cultural Studies, konsep hegemoni dipahami sebagai kajian yang melihat bagaimana makna sehari-hari, representasi dan aktivitas kita sehari-hari itu dipahami dan diorganisir begitu adanya, sesuai kepentingan kelompok atau kelas dominan; hingga nampak alamiah, tidak dapat diganngu gugat, abadi dan tidak bisa didebat oleh siapapun. Disini Cultural Studies lebih fokus untuk melihat institusi atau bentuk-bentuk yang selalu dainggap netral, tidak tebang pilih, mewakili semua golongan baik agama, ras, suku, jender dan sebagainya. Institusi yang dimaksud adalah semacam negara, hukum, sistem pendidikan, media, keluarga dan sebagainya. Institusi ini adalah produsen makna-makna, pengetahuan, mereka adalah agensi budaya penting atau tidak pentingnya perang yang dimainkannya itu sejauh peran mereka dalam mengorganisir, memproduksi kesadaran individu atau masyarakat. Dalam terminologi Roland Barthes, hegemoni, seperti halnya ideologi, mengalamiahkan segala sesuatu hingga begitu gamblang dan seolah tidak bisa diperdebatkan lagi.
Tweet
« Banyuwangi: Sebuah Catatan
Tulisan sesudahnya:
Chicklit: Dari Perempuan untuk Perempuan »
Pencarian
Kategori Istilah
Random Post
- Ki Supangi: Wong Malang Ora Oleh Untung(0)
- Intervensi Negara terhadap Kebudayaan Menghancurkan Padang Mandar(0)
- Aceh Lauser Antara (ALA)(0)
- Pariwisata Budaya: Pelestarian atau Komersialisasi(1)
- Gandrung Temu, Merawat Harapan(0)
- Bisnis Perizinan Kuasa Pertambangan dan Geliat Pilkada Kota Samarinda(0)
- Deport 6 ed. Indonesia(0)
- Gerakan Kebudayaan di Pasar Baru Porong(0)
- Anarkisme Pembangunan di Atas Situs Benteng Somba Opu Makassar(0)
- Komunitas Onto: Dari Onto Sejarah Bantaeng Dimulai(0)
- Kadam, Seniman Ludruk Harus Kreatif(0)
- Politik Pakem Jaran Kepang A la Kota Kediri(0)
- Video Upacara Seren Taun di Cugugur, Kuningan bagian 3(0)
- Pelanggaran HAM, Hinduisasi Tolotang(3)
- Perjumpaan Multikultural, Sarana Menghargai Keaneakaragaman(0)
![](https://v1.desantara.or.id/wp-content/themes/revdesa/images/omahkendeng.gif)
![](https://v1.desantara.or.id/wp-content/themes/revdesa/images/perpustakaan.gif)