Majalah Desantara Edisi 07/Tahun III/2003 : Dulu Kami Kafir, Sekarang Beragama
admin | 31 - May - 2011Di negeri ini, pemilahan agama dan bukan agama oleh Negara tidak hanya sebatas yang sakral dari yang profan. Apa yang disebut samawi dan bukan samawi (ardli) secara ketat dilekatkan dalam proses pemilahan tersebut. Sebagaimana sering diungkapkan orang, melalui Kepres Tahun 1967, Negara memastikan bahwa agama yang disahkan, karena itu boleh menyandang sebutan agama, hanya yang teruji sebagai samawi; memiliki kitab suci dan tidak hanya terdapat di Indonesia. Maka, hanya Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Buddha, terakhir ditambah Konghucu-lah yang diakui secara resmi. Sementara ratusan agama local, tidak berkitab dan hanya ada di suatu tempat, terlempar dan hanya diakui sebagai kepercayaan atau adat.
Agama resmi, dengan begitu, memperoleh kedudukan dan legitimasi kuat bahkan ketika berhadapan dengan apa yang dikategori sebagai kepercayaan atau adat. Rumusan agama secara politis di satu sisi dan naluri kebenaran mutlak dalam setiap agama resmi di sisi yang lain membangun hubungan antar agama dan adat/ kepercayaan setempat sangat diskriminatif. Dengan mengerek bendera “bangsa beragama” kaum agama resmi bersama birokrasi meng-agamakan para pengikut kepercayaan dan pendukung adat setempat, bahkan dengan cara yang paling kasar sekalipun seperti terbaca dalam liputan utama DESANTARA kali ini.
(Bisri Effendy)
Tweet
« Majalah Desantara Edisi 06/Tahun II/2002: Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi “Samin”
Tulisan sesudahnya:
Majalah Desantara Edisi 08/Tahun III/2003: Seks dan Masyarakat “Multitafsir”. »
Pencarian
Kategori Majalah
- Majalah Desantara Edisi 16/Tahun VIII/2008: Santri dan Seniman Tradisi: Kontestasi dan Negosiasi Budaya
- Majalah Desantara Edisi 15/Tahun VII/ 2007 : Subversi Erotis Lengger Banyumas
- Majalah Desantara Edisi 14/Tahun V/2005 : Beragam Agama, Satu Budaya
- Majalah Desantara Edisi 13/Tahun V/2005
- Majalah Desantara Edisi 12/Tahun IV/2004: Kaum Betawi Negosiasi Menerobos Batas
- Majalah Desantara Edisi 09/Tahun III/2003: Mbah Mutamakkin vs Cebolek; Suara Lain dari Kajen
- Majalah Desantara Edisi 08/Tahun III/2003: Seks dan Masyarakat “Multitafsir”.
- Majalah Desantara Edisi 07/Tahun III/2003 : Dulu Kami Kafir, Sekarang Beragama
- Majalah Desantara Edisi 06/Tahun II/2002: Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi “Samin”
- Majalah Desantara Edisi 05/Tahun II/2002 : Ketika Reyog di Pangkuan Generasi Pewaris
- Majalah Desantara Edisi 04/Tahun II/2002: Nasib Kultur Pesisir di Cirebon
- Majalah Desantara Edisi 03/Tahun II/2002: Ketika Kabar Langit Tiba di Sini
- Majalah Desantara Edisi 02/Tahun I/2001: Anis Djatisunda: Pemaksaan Arabisme pada Budaya Sunda Membuat Mereka Gelisah.
Random Post
- Gender dan Nasionalisme(0)
- Komunitas Onto: Dari Onto Sejarah Bantaeng Dimulai(0)
- Perempuan Ngesti Pandhawa: Jangan dikira kami lemah(0)
- Program-Program Desantara(0)
- Kekerasan dan Budaya Kehormatan Diri(0)
- Upacara Seren Taon di Cigugur(0)
- Dayak Baru?(0)
- Kami Takut Jika Satu Saat Nanti Kami Diserang Lagi(0)
- Imam Perempuan dan Tubuh Tuhan(0)
- Bahasa dan Peta Kepentingan(0)
- Memperkuat Lembaga Adat Dayak(0)
- Dewan Kesenian Di Mata Para Seniman(0)
- Belanda merampas Tanah Makam, Lapindo merampas Tanah dan Tempat Tinggal?(0)
- Polemik Pembangunan Pemakaman Kristen Di Kedung Menjangan Cirebon(0)
- Gandrung, Kesepian di Tengah Keramaian(0)