Dari Tanah Gayo, Membaca Narasi Lain Aceh
SB Setiawan | 16 - Dec - 2008Berbicara tentang Nanggroe Aceh Darussalam selalu identik dengan Syariat Islam, GAM, Tsunami, Konflik, Kemerdekaan, DOM, Represi Orde Baru, dan lebih spesifik lagi adalah “Penjajahan Jawa. Narasi-narasi dominan demikian sering terungkap, terbaca, dan bahkan tereduplikasi di Aceh. Demikian beberapa hal yang terungkap dalam “Pelatihan Jurnalisme Perempuan Multikultural berbasis Etnografi (PJPMBE) yang diselenggarakan DESANTARA Foundation pada November 2008 lalu di desa Tamidelem, Takengon, Aceh Tengah –atau biasa disebut sebagai Tanah Gayo.
Selain menemukan sisi-sisi lain dari Aceh, dengan penekanan pada perspektif perempuan dan cultural studies, dari pelatihan yang menggabungkan teknik jurnalistik dan penelitian etnografi itu terbongkar permasalahan minoritas dalam minoritas dan euforia nasionalisme serta demokrasi lokal. Seperti dalam isu pemekaran wilayah ALA ABAS (Aceh Leuser Antara, Aceh Barat dan Selatan) yang begitu nyaring didengungkan di wilayah Aceh Tengah melalui baliho, poster, kalender, dan aneka media lainnya. Bahkan, fenomena partai lokal yang marak di Aceh Pesisir tidak begitu nampak di Aceh Tengah. “Jika Aceh ingin merdeka, kami juga ingin punya propinsi sendiri, demikian ucap salah satu tokoh muda yang hadir di pelatihan tersebut mengenai ihwal wacana Propinsi ALA ABAS.
Kehendak pemekaran wilayah ini, secara umum, dilatari dua hal: politis dan kultural. Alasan politis lebih merupakan sikap protes mereka atas ketidakmerataan pembangunan antara Aceh Tengah dengan Aceh Pesisir. Sementara alasan kultural tersandar pada argumen bahwa mereka yang selama ini memiliki kebudayaan, bahasa, dan nilai tersendiri sering termarjinalisasi dan terepresi secara kultural oleh Aceh pesisir.
Selama ini, ada pembayangan yang ‘keliru’ mengenai Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas 23 wilayah kabupaten dan dihuni oleh 9 suku bangsa yang berbeda sering kali dibayangkan sebagai suatu entitas tunggal. Berbagai diversitas yang ada seolah menjadi subjugated knowledge yang tergilas ketika Aceh Pesisir tampil secara dominan dan menjadi representasi tunggal dari ke-Aceh-an. Hingga muncul kesan elit pemerintah lokal pasca perundingan Helsinki sebagai sosok yang arogan dan menolak keberagaman. “Kepada siapa pun mereka berbahasa Aceh, celetuk salah satu pemuda Gayo.[]
Tweet
« Jaker PAKB2 Hearing dengan Komis III DPR RI
Tulisan sesudahnya:
Syahrun Latjupa, Peneliti Sosial: Alam dan Manusia Itu Satu-Kesatuan Hidup »
Pencarian
Kategori Esai ID
- Matinya Erau dari Tradisi ke Politisasi Etnik
- Menimbang-nimbang Kemaslahatan Undang-Undang Desa 2013
- Islam Kutai dan Persinggungan Politik
- “Menciptakan Seni Alternatif bagi Masyarakat”
- Paraben andi’ ana’, Belenjer andi’ Lake (Perawan Punya Anak, Janda Punya Suami): Kritik Sosial Perempuan Seni Madura terhadap Santri Coret
- Tanah dan Pergeseran Kosmologi Dayak Kenyah
- Prahara Budaya: Refleksi Peradaban Manusia Dayak
- Memahami Klaim Kebenaran Agama: Suatu Refleksi Filosofis
- Sejarah Masyarakat Dayak Kenyah Lepoq Jalan Lung Anai, Kutai Kartanegara
- Komunitas Nyerakat : Geliat di Tengah Gempuran Arus Modernitas
- Bisnis Perizinan Kuasa Pertambangan dan Geliat Pilkada Kota Samarinda
- Perempuan Kampung Pamanah di Industri Tenun Sarung Samarinda
- Pesantren Tegalrejo: Lautan di Lereng Merbabu
- Adat, Hukum dan Dinamika Subjek Dalam Debat Kumpul Kebo di Mentawai
- Wajah Lain Dari Tegalrejo
Random Post
- Dewan Kesenian Di Mata Para Seniman(0)
- Kewarganegaraan(0)
- Gandrang Bulo, Kritik Kocak Seniman Rakyat(0)
- Jejak Kearifan Lokal di Komunitas Pappuangan(0)
- Nabire Butuh Bupati Perempuan(0)
- Menimang Kembali Eksistensi Bahasa Sunda(0)
- Membaca Etnografi(0)
- Menjadi Diri Sendiri(2)
- Rosnawati: Biarkan Kesenian Tradisi Milik Rakyat(1)
- Celana Pendek Dilarang Masuk(0)
- Komunitas Nyerakat : Geliat di Tengah Gempuran Arus Modernitas(0)
- Bencana Industri; Relasi Negara, Perusahaan dan Masyarakat Sipil(1)
- Maudhu Lompoa : Di Panggung Kecil itu Kami Puja Rasulullah(1)
- Agama Para Raja(0)
- Majalah Desantara Edisi 09/Tahun III/2003: Mbah Mutamakkin vs Cebolek; Suara Lain dari Kajen(0)