Syahrun Latjupa, Peneliti Sosial: Alam dan Manusia Itu Satu-Kesatuan Hidup
Ewin Laudjeng | 23 - Dec - 2008Menurut Syahrun Latjupa, salah seorang peneliti sosial tentang Masyarakat Adat Tompu, selama ini ada konsepsi berbeda tentang alam antara orang Tompu, masyarakat sekitar dan negara. Bagi orang Tompu, antara alam dengan manusia itu satu-kesatuan hidup yang tidak bisa dipisahkan. Alam, bukan semata-mata sebagai objek dari manusia, tapi dia juga merupakan subyek yang tidak bisa secara terus menerus dieksploitasi.
Sebab, di situ melekat juga hak hidup bagi makhluk lainnya, seperti hewan darat dan burung-burung.
Selain itu, kata Syahrun, alam juga merupakan tempat hidupnya roh-roh leluhur. Jadi, setiap mereka membuka hutan untuk kegiatan perladangan, selalu ditandai dengan suatu kegiatan ritual untuk memindahkan roh leluhur dari tempat tersebut.
Saat melaksanakan ritual, mantra yang biasa mereka gunakan berbunyi seperti ini: Bagi para Viata (roh-roh leluhur) yang ada di tempat ini, kami mohon pamit pada Anda untuk pindah ke tempat lain karena tempat ini akan kami pakai dulu.
Setelah itu, mereka menancapkan parang pada sebatang pohon kayu. Bila parang tersebut tetap bertahan sampai beberapa waktu yang ditentukan, itu artinya mereka diizinkan untuk membuka ladang di tempat tersebut.
Tapi jika parang tersebut terlepas dan jatuh ke tanah, itu tandanya para Viata tidak memperbolehkan warga membuka ladang di tempat tersebut.
Tradisi seperti itu sebenarnya adalah dalam rangka mempertahankan keseimbangan kosmos di wilayah itu. Dimana, antara makhluk yang satu dan lainnya saling menghormati.
Konsep seperti ini tidak berlaku bagi sejumlah perusahaan-perusahaan besar lainnya. Mereka menempatkan alam sebagia objek, yang harus dikelola secara terus-menerus tanpa perlu diistirahatkan. Akibatnya, terjadi krisis lingkungan yang berkepanjangan.
Untuk menguji kearifan orang Tompu dalam hal pengelolaan sumber daya alam, ada beberapa temuan penting di lapangan yang ia peroleh dan menurutnya menarik untuk di sebarkan. Ternyata, sejumlah satwa endemik Sulawesi, seperti Anoa dan burung Rangkong atau Allo, itu justru banyak diketemukan dekat ladang-ladang penduduk setempat. Itu artinya, satwa-satwa itu butuh kehadiran manusia di tempat itu, paparnya.
Manusia yang dimaksud, lanjut dia, bukanlah seseorang yang datang melakukan kegiatan eksploitasi secara besar-besaran, tapi mereka adalah manusia yang memiliki hubungan historis dengan wilayah tersebut, seperti orang Tompu.[]
Tweet
« Dari Tanah Gayo, Membaca Narasi Lain Aceh
Tulisan sesudahnya:
Aceh Lauser Antara (ALA) »
Pencarian
Kategori Esai ID
- Matinya Erau dari Tradisi ke Politisasi Etnik
- Menimbang-nimbang Kemaslahatan Undang-Undang Desa 2013
- Islam Kutai dan Persinggungan Politik
- “Menciptakan Seni Alternatif bagi Masyarakat”
- Paraben andi’ ana’, Belenjer andi’ Lake (Perawan Punya Anak, Janda Punya Suami): Kritik Sosial Perempuan Seni Madura terhadap Santri Coret
- Tanah dan Pergeseran Kosmologi Dayak Kenyah
- Prahara Budaya: Refleksi Peradaban Manusia Dayak
- Memahami Klaim Kebenaran Agama: Suatu Refleksi Filosofis
- Sejarah Masyarakat Dayak Kenyah Lepoq Jalan Lung Anai, Kutai Kartanegara
- Komunitas Nyerakat : Geliat di Tengah Gempuran Arus Modernitas
- Bisnis Perizinan Kuasa Pertambangan dan Geliat Pilkada Kota Samarinda
- Perempuan Kampung Pamanah di Industri Tenun Sarung Samarinda
- Pesantren Tegalrejo: Lautan di Lereng Merbabu
- Adat, Hukum dan Dinamika Subjek Dalam Debat Kumpul Kebo di Mentawai
- Wajah Lain Dari Tegalrejo
Random Post
- Srinthil 12 : Penari Gandrung dan Gerak Sosial Banyuwangi(0)
- Srinthil 18 : Gerwani(0)
- Politik Pencitraan(0)
- Pali-pali(0)
- Dayak Kenyah bag. 2(0)
- Diskusi Tentang Film Perempuan Multikultural(0)
- Pertunjukan Gandrung: Dari Tradisi ke Dominasi Pasar(0)
- FPI Bandung Berjanji Tidak Akan Melakukan Kekerasan(1)
- Pengakuan Hak-hak Perempuan dalam Perkawinan(0)
- Slamet Menur, Sebuah Anomali dalam Industri Kesenian(0)
- Srinthil edisi 21 : Urban Sufism(0)
- Syariat Islam Tidak Identik dengan Cambuk(0)
- Pemda Kuningan: Kami Mengakui Ada Diskriminasi Agama(1)
- Menjadi Diri Sendiri(0)
- Majalah Desantara Edisi 16/Tahun VIII/2008: Santri dan Seniman Tradisi: Kontestasi dan Negosiasi Budaya(0)