Kerudung Santet Gandung
Kerudung Santet Gandung
ISBN : 979-96461-6-2
Jumlah Halaman : 214
Hasnan Singodimayan
Penerbit : Desantara Foundation
Tahun Terbit : 2003
Harga : Rp25000
Harga Promo: Rp10000
Pemesanan: mail@desantara.org
Telp. 021 77201121
Sebuah novel dengan judul Kerudung Santet Gandrung ini, berisi suatu kisah tentang penari Gandrung yang bernama Merlin, memainkan siasatnya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Walaupun pada awalnya, dia sangat dianggap negatif; karena Gandrung bagi masyarakat sana –waktu itu, masih dianggap melenceng dari jalur-jalur keagamaan; mengumbar nafsu, membuka aurat, malahan –bagi mereka, kadang menggunakan pelet untuk memikat penontonnya yang kebanyakan laki-laki.Nah, di sini, Hasnan Singodimayan (penulis), meraciknya secara apik tiap untaian kata sehingga menjadi alur yang tidak membosankan seandainya dibaca. Karena, selain penulisnya orang pribumi sendiri, kata-kata yang dipakainya pun gamblang untuk menggambarkan realitas yang terjadi.
Novel ini, secara keseluruhan, menggunakan setting sosial budaya Using, Banyuwangi, Jawa Timur. Keterangan mengenai sejarah daerah dan budaya Using, bisa dilihat dari Catatan Pembuka dari novel ini yang sedikit diungkap oleh Novi Anoegrajekti, Gandrung Yang Gandrung (vii-xvii). Hasnan Singodimayan berhasil membuat satu ulasan yang menarik; kontestasi, relasi, dan carut-marutnya antara Gandrung, masyarakat, dan Pemerintah dalam memaknai halal-haram, teis-ateis, dan legal-ilegal agar bisa bersanding menjadi lantunan lagu yang harmonis. Makanya, kenapa harus Gandrung yang diangkat dalam novel ini, padahal, selain Gandrung, Komunitas Using mempunyai seni tradisi yang banyak berkembang; Janger, Mocoan, Kuntulan, dan Angklung.
Di dalam Novel ini, Hasnan membagi menjadi dua sub tema. Pertama, Yang Gandrung Penari, dan kedua, Kerudung Baju Selubung. Yang Gandrung Penari, mengisahkan tentang perjalanan Merlin dalam meniti karirnya menjadi penari Gandrung. Di situ Merlin diibaratkan Marilyn Monroe yang dikagumi oleh penggemarnya. Sampai-sampai ada salah satu duda (Iqbal) yang memper-istrinya. Di sinilah muncul problematika yang rumit.
Gandrungnya molek, berkulit putih
Gadis desa yang tiada duanya lagi
Pandai menari dan pandai menyanyi
Lempar selendang, perisai pribadi
Mahkota gemerlap bermata bening
Maju mendekat sambil mengerling
Geleng kepala lehernya jenjang
Pinggul bergoyang, jangan dipegang
Mari menari tiga tiga, kanda
Waran selendang, berwarna jingga
Yang seorang sudah menari, kanda
Yang dua masih tegak waspada
Ikat kepala dipakai gila, kanda
Tampak jantanya berwajah gagah.
Sub judul yang kedua, Kerudung Baju Selubung, dimulailah pertentangan yang maha dahsyat antara Merlin dan keluarganya Iqbal (suami Merlin). Karena, Merlin merupakan penari Gandrung, sedangkan keluarga Iqbal adalah orang “beragama” yang menganggap bahwa gandrung itu haram. Padahal, Merlin sendiri –di sub judul yang ke dua ini, sudah tidak menjadi penari gandrung lagi, tetapi sudah menjadi seorang penyanyi lagu-lagu daerah dan sesekali bertindak sebagai sinden. Tampaknya, mantan penari Gandrung ini masih belum bisa diterima oleh keluargnya Iqbal yang berkerudung dan berbaju selubung. Mulai dari sinilah, Iqbal dan Merlin mengatur siasat, strategi, dan taktik agar bisa diterima oleh keluarganya Iqbal walau pun menunaikan haji menjadi alternatif yang paling ampuh untuk dijalani.
Memang, dalam Novel ini bisa kita temukan banyak sekali istilah “Using” yang sukar dipahami bagi orang awam. Keterangan istilah dalam catatan akhir novel ini, tidak begitu menyeluruh sehingga masih banyak istilah yang sukar dipahami dan tertinggal yang menunggu diberikan keterangan. Namun, tentunya tidak menghilangkan aroma-aroma isi dari novel ini yang sangat sederhana dan mudah dicerna. Walaupun isinya sangat dahsyat.
Tweet
Pencarian
Kategori Buku
- Buku: Identitas Urban, Migrasi, dan Perjuangan Ekonomi-Politik di Makassar
- Bissu: Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis
- Info Buku: Agama dan Kebudayaan
- Buku Identitas Perempuan Indonesia
- Marxisme dan Kritik Sastra
- Hadis-hadis Kebudayaan
- Ilusi Demokrasi
- MENEKUK AGAMA, MEMBANGUN TAHTA, Kebijakan Agama Orde Baru
- Pergulatan Negara,Agama dan Kebudayaan
- Membaranya Batubara: Konflik Kelas dan Etnik Ombilin-Sawahlunto-Sumatera Barat (1892-1996)
- Ritus Modernisasi : Aspek Sosial & simbolik Teater Rakyat Indonesia
- Keindonesiaan dan Kemelayuan dalam Satra
- Bencana Industri; Relasi Negara, Perusahaan dan Masyarakat Sipil
- Etnografi Gandrung: pertarungan identitas
- Kiai, Musik dan Kitab Kuning
Kategori diskon10
Random Post
- Hidup Hanyalah Persinggahan Sebentar Untuk Minum(0)
- Maulid Hijau Difatwa Sesat, MUI Digugat Warga(0)
- Lagu atau Nasyid?(0)
- Kesenian Tayub dan Citra Miring itu(0)
- Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Pencinta Buku(0)
- Menggagas Dialog, Menanam Keterbukaan, Menuai Kerukunan(0)
- In The Shadow of Change; Bercermin dalam Bayangan, Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia(0)
- Chicklit: Dari Perempuan untuk Perempuan(0)
- Jejak Kearifan Lokal di Komunitas Pappuangan(0)
- Maudhu Lompoa : Di Panggung Kecil itu Kami Puja Rasulullah(1)
- Srinthil 15 : Jejak Negosiasi Perempuan Aceh(1)
- Perlindungan Anak di Bawah Bayang-Bayang Historiografi “Agama Resmi”(0)
- Membangun Gerakan Bersama: Penghapusan Diskriminasi Agama dan Kepercayaan(0)
- Masyarakat Sebagai Diskursus(0)
- Identitas-identitas Budaya(0)