Etnografi Gandrung: pertarungan identitas

Etnografi Gandrung: pertarungan identitas

Etnografi Gandrung: pertarungan identitas

ISBN : 978-979-19646-2-3

Jumlah Halaman : 238

Tim Riset Desantara

Penerbit : Desantara

Tahun Terbit : 2008

Harga : Rp49500

Harga Promo: Rp25000

Pemesanan: mail@desantara.org
Telp. 021 77201121

Buku yang terdiri dari tulisan-tulisan peserta pelatihan “Jurnalisme Perempuan Multikultural berbasis Etnografi ini, kurang lebih memaparkan persoalan-persoalan perempuan lokal dan pengalaman-pengalaman partikular perempuan yang hidup dalam berbagai konstruksi di masyarakat lokal yang laten.

Buku yang terdiri dari tulisan-tulisan peserta pelatihan “Jurnalisme Perempuan Multikultural berbasis Etnografi ini, kurang lebih memaparkan persoalan-persoalan perempuan lokal dan pengalaman-pengalaman partikular perempuan yang hidup dalam berbagai konstruksi di masyarakat lokal yang laten.

Di beberapa tulisan, hasil riset yang dilakukan selama kurun Agustus 2007 di desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur ini, terpapar bagaimana hegemoni tidak berlangsung mutlak dan perempuan juga subyek yang berdaya, yang melakukan perlawanan strategis, bersiasat dan bernegosiasi di masyarakatnya.

Perempuan lokal yang sering dianggap tidak tahu akan hak-haknya justru menunjukkan kearifannya dalam menegosiasi terhadap struktur dan relasi kekuasaan yang ada. Berbagai kreativitas perlawanan perempuan juga muncul tidak hanya dalam bentuk vis-?-vis, namun bernegosiasi dan bersiasat, perempuan juga mampu menggerogoti kekuatan dominan.

Pelatihan ini, sebenarnya ingin menunjukkan bahwa problem perempuan bukan semata-mata karena adanya relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Tetapi, problem perempuan juga disebabkan oleh persoalan kelas, etnisitas, ekonomi, budaya, ras. Dan tentu, model penindasan terhadap perempuan bukanlah tunggal, tetapi berbeda-beda dan kadang berlapis.

Buku Seri Perempuan Multikultural berjudul ?Perempuan Lokal Berbicara? yang merupakan hasil kerjasama Desantara Foundation dengan Ford Foundation ini, diikuti oleh 14 peserta dari kalangan aktivis LSM, peneliti, akademisi, jurnalis dan mahasiswa/i dari berbagai daerah khususnya luar Jawa.

Seperti labelnya ?Jurnalisme Perempuan Multikultural berbasis Etnografi?, pelatihan yang digawangi oleh Srinthil Kajian Perempuan Multikultural ini, ingin mengkader jurnalis cum peneliti yang tidak hanya mempunyai perspektif perempuan, namun juga berperspektif multikulturalisme sebagai cara pandang dalam memahami dan memecahkan persoalan perempuan di akar rumput dan konteks Indonesia.

Lebih jauh lagi, pelatihan yang menggabungkan kerenyahan penulisan jurnalistik dan kedalaman riset etnografi ini, juga ingin membongkar dan menilai ulang nilai-nilai dominan yang ada di masyarakat dengan meminjam pisau analisis cultural studies.

Harapannya, segala sesuatu yang dianggap alamiah, apa adanya, tidak berubah, abadi, terberi, yang melangengkan nilai-nilai tertentu, dapat dibaca secara kritis dan analitis. Karena budaya dan nilai-nilai yang ada, sebenarnya adalah situs pertarungan makna, dimana nilai itu diinvesi, dinegosiasi dan dipertarungkan oleh kekuatan-kekuatan dari formasi sosial yang ada.

Selama ini, Srinthil Kajian Perempuan Multikultural ? Desantara Foundation, secara rutin menerbitkan Jurnal Srinthil, diskusi radio, lembar perempuan multikultural di koran, web multikultural dan tentu saja, pelatihan multikultural.

Tetapi, Srinthil KPM juga mengimani bahwa perempuan adalah subyek berdaya, yang mampu melakukan siasat, negosiasi, dan resistensi terhadap kekuatan-kekuatan yang melingkarinya.

Walhasil, ide multikulturalisme dalam memahami dam memecahkan persoalan perempuan digunakan untuk menunjukkan jamaknya persoalan perempuan. Terlepas apakah perdebatan multikulturalisme menjadi backlash bagi gerakan perempuan ketika dihadapkan pada persoalan hak individu vis-?-vis hak kelompok, namun yang patut dicatat, nilai-nilai adalah pertarungan kekuasaan dan konvensi masyarakat.

Sebagaimana ditunjukkan oleh genealogi ide-ide Hak Asasi Manusia yang terinspirasi dari Polis Plato, Magna Carta, Revolusi Perancis hingga Konstitusi Amerika, bahwa pada awalnya, ide-ide kesetaraan manusia adalah untuk laki-laki merdeka, artinya kesetaraan bukanlah konsep untuk perempuan dan bukan pula konsep untuk manusia yang menjadi budak.

Terbitnya buku ini diharapkan mampu memperkaya studi perempuan dari sudut pandang kajian budaya, multikulturalisme dan gerakan perempuan Indonesia. Selamat membaca.



Isi Komentar

Pencarian