Majalah Desantara Edisi 08/Tahun III/2003: Seks dan Masyarakat “Multitafsir”.
admin | 31 - May - 2011Ada banyak istilah untuk menamai yang satu ini, hubungan seksual. Di antaranya, ada jima’, liqa (Arab) dan bersetubuh,bercinta (Indonesia). Baik jima’ dan liqa maupun bersetubuh dan bercinta, sama-sama berarti sebuah pertemuan, perpaduan, dan kebersamaan antara dua makhluk berbeda kelamin. Karena itun dapat dipahami jika Erich Fromm, misalnya, menyatakan seks menyediakan bagi bertemunya kembali kebersamaan manusiawi. Bahkan dalam pengertiannya yang biologis pun, jima’ atau bersetubuh dapat dipahami sebagai penyatuan jantan dan betina, sebagai bagian dari kesadaran reproduksi, untuk menjaga keberlanjutan proses penciptaan melalui dialektika kemakhlukan dan kekhalikan.
Tetapi ternyata seks tak mampu menghindar dari cakupan eksternal. Bahkan kini, ia menjadi bagian sangat penting dari kepentingan-kepentingan rezim agama, pengetahuan, politik dan capital. Akibatnya adalah terjadinya pe-wadag-an atau pen-tubuh-an seksualitas. Contoh, dalam tradisi Islam, para ahli fiqh kemudian merumuskan hubungan seksual sebagai dukhul yang berarti memasukkan penis ke dalam vagina. Mirip dengan apa yang terjadi dalam tradisi klangenan priyayi Jawa, curiga manjing warangka, yang secara harfiah berarti keris masuk rangkanya, kemudian dipakai untuk menamai (simbolik) ujud paling konkrit seksualitas. Lokus seksualitas pun berpindah dari kerinduan kebersamaan manusiawi menjadi kelezatan dan kenikmatan sesaat yang ukuran-ukurannya pun sangat fisik; zakar besar-panjang dan vagina sempit…
di dalam rengkuhan kekuatan-kekuatan luar itu, seks atau seksualitas benar-benar berubah wajah;dari yang religious dan manusiawi menjadi porno, saru, dan karenanya harus dikenai hokum-hukum formal. Ke-porno-an dank e-saru-an yang tampaknya hanya muncul ketika seksualitas itu sendiri dibungkus, direduksi, dan dikontrol oleh agama, pengetahuan, politik, dan capital.
(Bisri Effendy)
Tweet
« Majalah Desantara Edisi 07/Tahun III/2003 : Dulu Kami Kafir, Sekarang Beragama
Tulisan sesudahnya:
Majalah Desantara Edisi 09/Tahun III/2003: Mbah Mutamakkin vs Cebolek; Suara Lain dari Kajen »
Pencarian
Kategori Majalah
- Majalah Desantara Edisi 16/Tahun VIII/2008: Santri dan Seniman Tradisi: Kontestasi dan Negosiasi Budaya
- Majalah Desantara Edisi 15/Tahun VII/ 2007 : Subversi Erotis Lengger Banyumas
- Majalah Desantara Edisi 14/Tahun V/2005 : Beragam Agama, Satu Budaya
- Majalah Desantara Edisi 13/Tahun V/2005
- Majalah Desantara Edisi 12/Tahun IV/2004: Kaum Betawi Negosiasi Menerobos Batas
- Majalah Desantara Edisi 09/Tahun III/2003: Mbah Mutamakkin vs Cebolek; Suara Lain dari Kajen
- Majalah Desantara Edisi 08/Tahun III/2003: Seks dan Masyarakat “Multitafsir”.
- Majalah Desantara Edisi 07/Tahun III/2003 : Dulu Kami Kafir, Sekarang Beragama
- Majalah Desantara Edisi 06/Tahun II/2002: Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi “Samin”
- Majalah Desantara Edisi 05/Tahun II/2002 : Ketika Reyog di Pangkuan Generasi Pewaris
- Majalah Desantara Edisi 04/Tahun II/2002: Nasib Kultur Pesisir di Cirebon
- Majalah Desantara Edisi 03/Tahun II/2002: Ketika Kabar Langit Tiba di Sini
- Majalah Desantara Edisi 02/Tahun I/2001: Anis Djatisunda: Pemaksaan Arabisme pada Budaya Sunda Membuat Mereka Gelisah.
Random Post
- Majalah Desantara Edisi 07/Tahun III/2003 : Dulu Kami Kafir, Sekarang Beragama(0)
- Pos Fordisme(0)
- Panggil Kami Towani(0)
- Kawin Beda Agama Membentur Tembok Negara(0)
- Ketika Pesantren pun Merawat Kesenian(0)
- Beasiswa Pelatihan Jurnalisme Perempuan Multikultural 2008(0)
- Kami Takut Jika Satu Saat Nanti Kami Diserang Lagi(0)
- Identitas-identitas Budaya(0)
- Negara Bakal Mengatur Soal Kerukunan Umat(0)
- AQUA Tender Offer Saham Rp 450.000(0)
- Masyarakat Sebagai Diskursus(0)
- Majalah Desantara Edisi 04/Tahun II/2002: Nasib Kultur Pesisir di Cirebon(0)
- RUU Kependudukan dan Pembangunan Keluarga(0)
- Pertemuan Kiai Muda se Jawa Barat: RUU KUB adalah Bentuk Kezaliman(0)
- Raharjo Untung: Jika Terus Konflik, DKJ akan rapuh(0)