Pro-Kontra Pengelolaan Situ Lengkong Panjalu
Badar/Azan | 23 - May - 2008Tradisi Nyangku di Panjalu kini berkembang menjadi sajian budaya yang mengukuhkan Situ Lengkong dengan makam keramat di Nusa Gede yang berada di tengah-tengahnya, sebagai objek wisata ziarah dan budaya di Jawa Barat. Kenyataan ini membuat Situ Lengkong Panjalu menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi orang. Tidak saja dari Jawa Barat, tetapi juga dari daerah lain. Kehadiran Gus Dur saat menjadi Presiden RI di Panjalu, memiliki pengaruh tersendiri bagi kedua situs budaya ini. Karena sejak saat itu para peziarah dari Jawa Timur silih berganti mengunjungi daerah ini.
Konsekuensi logis dari keadaan tersebut, membuat Panjalu harus lebih berbenah diri guna memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang berwisata ke sana. Sehubungan dengan itu, RH Atong Tjakradinata, salah seorang sesepuh pewaris leluhur Panjalu dari Yayasan Borosngora berpendapat, sudah waktunya pengelolaan Situ Lengkong diserahkan kepada pihak Pemda Ciamis. Alasannya, banyak infrastruktur wisata yang harus dibangun, mulai dari penataan sekitar Situ Lengkong hingga pebaikan jalan dan lain-lainnya yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
“Kalau Panjalu dikelola oleh desa saja, maka desa tidak akan mampu untuk membangun dan mengembangkan Panjalu menjadi lebih baik. Desa paling hanya bisa memetik hasilnya saja. Sedang masyarakat Panjalu sendiri sudah sangat membutuhkan pembangunan itu untuk kemajuan kesejahteraan dan kehidupan mereka!” tutur Atong yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Desa Panjalu selama 43 tahun.
Gagasan Atong untuk melibatkan Pemda Ciamis ini memunculkan respons yang beragam dari masyarakat, sebagian ada yang pro dan sebagian lagi kontra. Respons yang kontra antara lain muncul dari Ir. Uus Suryana, alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB). Uus yang juga anggota Forum Masyarakat Utara (Ciamis Utara) merasa tak habis pikir dengan rencana kasepuhan Panjalu untuk menyerahkan pengelolaan Situ Lengkong ke pihak pemda. “Terus-terang, saya tidak setuju dengan rencana tersebut. Sebaiknya pengelolaan Situ Lengkong ya diserahkan kepada masyarakat Panjalu sendiri, bukan kepada Pemda,” ujarnya saat ditemui Sawala di Panjalu.
Alasan Uus, jika Situ Lengkong diserahkan kepada pemda, akan ada banyak hal yang merugikan bagi masyarakat Panjalu. Antara lain, nantinya yang menjadi manajer pengelolaan Situ Lengkong sebagai objek wisata bukan lagi masyarakat Panjalu, tetapi pemda Ciamis. Sedang masyarakat bakal berada pada posisi yang pasif. Selain itu, kebijakan tersebut akan berdampak buruk secara politis, di mana kalau sudah terlanjur diperdakan, maka jika di kemudian hari terjadi hal yang tidak diinginkan menyangkut keberadaan Situ Lengkong ini, maka masyarakat akan sulit merebut kembali hak pengelolaannya dari pemda.
“Sekarang mungkin betul, bupati cukup perduli terhadap perkembangan Panjalu, karena memang bupatinya keturunan Panjalu. Tapi jabatan bupati itu ‘kan cuma beberapa tahun saja? Nah kalau kemudian bupatinya berganti, mungkin kebijakannya akan lain lagi nantinya. Itu yang harus dipahami,” kata Uus. Desantara / Badar/Azan
Tweet
« Rh. Atong Tjakradinata: Kita Hanya Ingin Mengingat Sejarah
Tulisan sesudahnya:
Nyangku & Esensi Maulid Nabi »
Pencarian
Kategori Esai ID
- Matinya Erau dari Tradisi ke Politisasi Etnik
- Menimbang-nimbang Kemaslahatan Undang-Undang Desa 2013
- Islam Kutai dan Persinggungan Politik
- “Menciptakan Seni Alternatif bagi Masyarakat”
- Paraben andi’ ana’, Belenjer andi’ Lake (Perawan Punya Anak, Janda Punya Suami): Kritik Sosial Perempuan Seni Madura terhadap Santri Coret
- Tanah dan Pergeseran Kosmologi Dayak Kenyah
- Prahara Budaya: Refleksi Peradaban Manusia Dayak
- Memahami Klaim Kebenaran Agama: Suatu Refleksi Filosofis
- Sejarah Masyarakat Dayak Kenyah Lepoq Jalan Lung Anai, Kutai Kartanegara
- Komunitas Nyerakat : Geliat di Tengah Gempuran Arus Modernitas
- Bisnis Perizinan Kuasa Pertambangan dan Geliat Pilkada Kota Samarinda
- Perempuan Kampung Pamanah di Industri Tenun Sarung Samarinda
- Pesantren Tegalrejo: Lautan di Lereng Merbabu
- Adat, Hukum dan Dinamika Subjek Dalam Debat Kumpul Kebo di Mentawai
- Wajah Lain Dari Tegalrejo
Random Post
- Benturan(0)
- Srinthil 16 : Dilema Status Kewarganegaraan Perempuan Tionghoa Miskin(0)
- Awalnya, Hanya Sebuah Seni Pertunjukan(0)
- Kejahatan Hukum terhadap Masyarakat(0)
- Mazhab Birmingham dan Mazhab Frankfurt(0)
- Srinthil Edisi 19: Gerak sosial perempuan miskin kota(0)
- Islam dan Feminisme(0)
- Kita Juga Bisa Rukun(0)
- Cerita dari Papua(0)
- Rancangan Perda Kabupaten Cianjur ttg Pelaksanaan Syariat Islam di Kabupaten Cianjur(0)
- Hidup Hanyalah Persinggahan Sebentar Untuk Minum(0)
- Lagu atau Nasyid?(0)
- Tradisi Nyangku Di Panjalu: Mengenang Perjuangan Sang Prabu(0)
- Kerudung Santet Gandrung(2)
- Marxisme dan Kritik Sastra(2)