Komik Sebagai Media Pendidikan: Serial Apong dan Kopong
Heru Prasetia | 24 - Feb - 2014Sejak tahun 2012 Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) bekerjasama dengan Yayasan Desantara menerbitkan serial komik Kopong dan Apong yang memuat cerita tentang pentingnya keseimbangan ekologi di kawasan Pegunungan Kendeng Utara bagi masyarakat. Komik ini bercerita tentang petualangan anak muda dari kawasan Pegunungan Kendeng bernama Apong dan Kopong dalam menyelamatkan kawasan tersebut dari ancaman penambangan karst untuk pabrik semen.
Menurut penggagasnya, Sobirin, medium komik ini dipilih sebagai alternatif karena mampu menyampaikan pesan dengan cukup efektif. Kekuatan komik, sebagaimana diketahui, tidak hanya pada ungkapan verbal namun juga alur cerita dan visualisasi. Kekuatan visual inilah nilai lebih dari komik dibanding dengan cerita tulis, terutama ketika berhadapan dengan khalayak yang belum mempunyai tradisi baca dan tulis yang kuat. Nilai lebih lainnya adalah komik bersifat populer dan mudah dicerna sehingga bisa dikonsumi oleh berbagai lapisan masyarakat. Kekuatan visual juga terletak pada daya persuasinya. Pesan dan gagasan bisa disampaikan tanpa harus merangkai kata-kata namun bisa disajikan dalam bentuk gambar. Sifatnya yang menghibur membuat komik mudah untuk dinikmati dan dicerna dibanding misalnya dengan buku atau selebaran. Hal-hal itulah yang membuat komik dipilih sebagai media pendidikan dan kampanye.
Serial Komik Apong dan Kopong ini dicetak sebanyak 200 eksemplar, disebarkan pada sejumlah wilayah dalam Jaringan Kerja JMPPK. Selain edisi cetak, serial komik ini juga disebarluaskan melalui situs omahkendeng.org (Serial komik ini bisa dilihat di sini). Melalui internet, daya jangkau persebaran komik ini menjadi jauh lebih luas. Tidak hanya di kawasan Pegunungan Kendeng saja, namun juga oleh khalayak ramai di banyak tempat. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa ke dalam, komik ini menjadi media untuk menguatkan solidaritas dan pengetahuan masyarakat di wilayah Pegunungan Kendeng. Sementara ke luar, komik ini bisa menjadi alat kampanye meraih dukungan masyarakat luas untuk menyelamatkan kawasan ini dari kerusakan akibat industri semen.
Sebagian besar proses produksi komik ini dilakukan oleh komunitas Omah Kendeng. Komik dikerjakan oleh Ahnco, komikus yang berasal dari Sukolilo Pati. Kenyataan bahwa komik ini dibuat oleh seniman muda yang berasal dari kawasan Pegunungan Kendeng dan aktif dalam gerakan gerakan penyelamatan ekologi kawasan tersebut juga menjadi nilai lebih dari serial komik ini. Cerita komik yang dibuat oleh mereka yang terlibat tentu akan berbeda dengan yang dibuat oleh orang luar yang tidak terlibat sama sekali dalam isu yang diceritakan. Bisa dikatakan bahwa serial komik ini adalah “suara dari dalam” masyarakat di kawasan tersebut dalam mersepons isu lingkungan di wilayah mereka.
Serial Komik Apong dan Kopong setiap episodenya mempunyai tema khusus. Episode pertama berjudul “Mereka Datang Lagi” bercerita tentang datangnya kembali upaya untuk merayu warga agar menjual tanah mereka kepada perusahaan semen. Di episode ini, digambarkan dengan lugas tentang sejumlah upaya untuk mengalihkan kepemilikan tanah dari warga ke perusahaan. Episode pertama ini langsung menggambarkan ketegangan yang terjadi di kawasan tersebut. Sementara di episode kedua, Apong dan Kopong mencoba berdialog dengan para penambang dan menjelaskan pentingnya kawasan karst Pegunungan Kendeng bagi masyarakat di sekitarnya.
Episode-episode selanjutnya cerita tentang petualangan anak muda dari Pegunungan Kendeng itu menjadi lebih mendalam dan detail, seperti tentang pentingnya kawasan Kendeng baik bagian atas maupun bawah sebagai sebuah sistem sumberdaya air yang melimpah. Detail tentang satwa dan kekayaan Pegunungan Kendeng hingga hal-hal teknis dan praktis seperti cara beternak, hingga pada persoalan aktual seperti banjir menjadi tema-tema serial komik ini. Tentu saja persoalan yang menjadi titik tekan tetap tentang upaya melestarikan lingkungan ekologis Pegunungan Kendeng.
Tema-tema tentang ekologi tentu saja merupakan bahasan yang tidak sederhana. Namun melalui komik tema-tema yang terkesan berat tersebut bisa disampaikan secara ringan, mudah dipahami, sekaligus menghibur. Komik, sebagaimana sering diungkapkan para ahli studi visual, memang mempunyai sifat dasar yang menarik karena ia menggabungkan unsur gambar dan kata secara unik. Dua hal yang menjadi satu ini kemudian membuahkan pesan yang maknanya tidak selalu tunggal. Gambar-gambar di dalam komik memuat pesan secara implisit sementara kata-kata di dalam balon kata dan keterangan gambar bisa menyampaikan pesan secara gamblang dan lugas.
Kombinasi seperti itulah yang membuat komik menjadi sangat efektif sebagai media kampanye, termasuk kampanye menyelamatkan kelestarian hidup di kawasan Pegunungan Kendeng. Dalam petualangannya menjadi pegiat warga, barangkali Apong dan Kopong juga perlu membuat komik.
Tweet
« Matinya Erau dari Tradisi ke Politisasi Etnik
Tulisan sesudahnya:
Tarik Ulur Kepentingan Sertifikasi Halal oleh MUI »
Pencarian
Kategori Review
Random Post
- Srinthil edisi 23: Perempuan petani mengelola perubahan(0)
- Dituduh Aliran Sesat, Warga Komunitas Adat Salena Tewas Ditembak Polisi(0)
- Dedi: Apa Sih Maunya Negara?(0)
- Dialog Perempuan Adat, Agama, dan Kepercayaan Menghapus Diskriminasi(0)
- Banci Di Televisi: Digemari Sekaligus Dicaci-maki(0)
- Ki Supangi: Wong Malang Ora Oleh Untung(0)
- “Menciptakan Seni Alternatif bagi Masyarakat”(0)
- Mimikri(0)
- Pelajaran Kesenian di Mata Pendidik(0)
- Kanto: Lelaki Dari Bawakaraeng(0)
- Majalah Desantara Edisi 09/Tahun III/2003: Mbah Mutamakkin vs Cebolek; Suara Lain dari Kajen(0)
- Gelar Seni dan Kritik Sosial(0)
- Tradisi To Mimala Akan Hilang Dengan Sendirinya(0)
- Intervensi Negara terhadap Kebudayaan Menghancurkan Padang Mandar(0)
- Bayang-Bayang Pabrik Semen di Keseharian Sedulur Sikep(0)