Pernyataan Sikap atas Penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik

admin | 9 - Feb - 2011

Bangsa ini didirikan bukan atas dasar agama, ras, etnik, dan golongan tertentu. Bangsa Indonesia didirikan atas kesadaran dan kesediaan akan adanya multikultur dan pluralitas. Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara Islam. Karena itu, pemerintah harus konsisten berpegang teguh pada ketentuan hukum, bukan melayani keinginan kelompok tertentu yang tidak bisa hidup berdampingan dalam perbedaan dengan menggunakan tafsir agama tertentu.

Perlakuan diskriminasi dan intoleransi terhadap kelompok agama atau keyakinan tertentu akan menghilangkan kewibawaan Indonesia sebagai negara hukum dan mencederai nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Upaya-upaya menghilangkan kebebasan beragama atau berkeyakinan juga akan menghancurkan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdiri kokoh di atas semangat kebhinekaan.

Untuk itu, atas peristiwa penyerangan yang terjadi di 6 Februari 2011, pukul 10.45 di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, Desantara Foundation menyatakan duka cita yang mendalam atas meninggalnya empat jemaat Ahmadiyah. Desantara juga mengutuk para pelaku kekerasan.

Apa yang terjadi di Cikeusik menjadi mengkhawatirkan karena tak hanya membuat korban berjatuhan tetapi juga memiliki pola yang sama dengan penyerangan yang dilakukan di Cisalada 10 Oktober 2010 lalu. Dimulai dari upaya yang jauh-jauh hari dilakukan sebelum penyerangan misalnya dalam setahun ini, ceramah-ceramah anti Ahmadiyah dilakukan di sekitar desa Umbulan. Para penyerang juga sangat terorganisasi. Mereka memakai pita biru/hijau sebagai tanda, dan datang bersamaan tanpa putus. Apa yang terjadi di Cikeusik, menunjukkan bahwa cara-cara penyerangan semakin brutal. Cara ini menimbulkan kekhawatiran, karena seperti meniru pola di Pakistan, dengan ciri muncul tuntutan Ahmadiyah untuk disuruh keluar dari Islam, dan atau jadi target pembunuhan.

Untuk itu, Desantara Foundation meminta kepada presiden untuk menegakkan hukum di negeri ini dengan mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 28 (i), Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketiga Undang-Undang No.12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Pemenuhan Hak-hak Sipil dan Politik dari seluruh warga negara tanpa kecuali dan deklarasi PBB Tahun 1981 tentang Penghapusan Segala Bentuk intoleransi dan Diskriminasi Atas Dasar Agama atau Kepercayaan bukan SKB.

Kedua, meminta kepada Kapolri untuk tidak lari dari tanggungjawab. Pernyataan penyerangan terjadi karena provokasi, adalah upaya dari aparat untuk menghindar dari tanggungjawab itu. Ketiga, meminta kepada Menteri Agama Republik Indonesia Suryadharma Ali, untuk tak mengeluarkan pernyataan yang membuat warga terprovokasi. Menteri harus berdiri di atas semua agama, suku, golongan dan etnis. Keempat, meminta kepada masyarakat untuk tak mudah terprovokasi melakukan kekerasan dan mengedepankan dialog atas setiap perbedaan sehingga tak ada lagi korban-korban yang berjatuhan.

Depok, 8 Februari 2011
Ari Ujianto
Direktur Eksekutif DESANTARA Foundation
Back to List | Back to top | Share artikel ini:



Tulisan sebelumnya:
«

Tulisan sesudahnya:
»

Isi Komentar