Jejak Nek Maryam Pengrajin Tikar Barcucuk

Dwi Handayani | 5 - Jan - 2009

“Dulu tikar bercucuk yang saya buat ,saya jajakan keliling kampong demi membiayai sekolah anak saya, tapi sekarang tikar buah tangan saya sudah banyak di minati oleh orang barat, dan pejabat-pejabat daerah, bahkan untuk pameran-pameran tertentu tikar saya sering di ikut sertakan juga” Tikar bercucuk adalah salah satu cirri khas gayo yang merupakan hasil kerajinan tradisional dan peninggalan budaya kuno yaitu peninggalan turuin temurun yang di wariskan oleh pelaku budaya masa lalu.

Tapi masa kini siapakah yang masih bertahan membuat kerajinan tangan tradisional ini? Berdasarkan hal tersebut saya ingin menelusuri jejek keberadaan tikar bercucuk tanoh gayo ini..

Adalah nenek maryam yang berusia 74 tahun, yang tinggal di desa bebesan.

Wanita tua janda dari Tgk. Banta syam yang masih setia mengisi keseharianya dengan membuat tikar bercucuk, di sela-sela kesibukanya menjadi guru di sebuah pesantren peninggalan suaminya, yaitu pesantren NURUL HUDA desa bebesen.

Sejak puluhan tahun yang lalu tepatnya tahun 60an, karna ia mengku, ia kurang ingat betul tahun berapa ia mulai belajar menganyam “hanya yang saya ingat adalah sekitar tahun 60 an” tuturnya. Keahlian khusus yang ia miliki ia dapat dari ibunya yang nota bene adalah pembuat tikar bercucuk, sehingga ia merasa adalah suatu kewajiban baginya untuk,mempertahan kan tradisi keluarganya tersebut.tapi yang ia sayangkan bahwa anaknya tidak ada yang mewarisi keahlianya tersebut di karenakan anaknya adalah tamatan sarjana, tapi ia berusaha untuk tetap mempertahankan tradisi keluarga dengan mewariskan ilmunya kepada cucunya yang masih duduk di bangku smp, “yang sudah mulai kelihatan bakatnya dengan seringnya ia membantu saya dan selalu bertanya cara membuatnya jadi saya senang karna salah seorang cucusaya ada yang mempunyai bakat untuk meneruskan kerajinan trdisional ini”. Katanya sambil tersenyum ramah.

Tikar bercucuk adalah tikar pandan yang di sulam permukaanya dengan benang wol,tidak berbeda jauh dengan kerawang motiv yang di tuangkan bermacam-macam, dengan komposisi warna yang beragam pula,dengan makna-makna tersendiri, sehingga tidak sembarang orang biasa membuat dan menciptakanya. Tikar pandan adalah tikar tradisional Gayo yang di buat dari pandan yang di kenal dengan kertan sejenis tanaman yang tumbuh di rawa air tawar,dengan batang daun yang memenjang, setelah cukup tua tanaman tersebut di ambil dari rawan dan di keringkan beberapa hari hingga berubah warna ,dan kering baru setelah itu di rajut yang umumnya di lakukan oleh wanita,gayo yang memiliki keahlian turun temurun menganyam tikar pandan. Untuk membuat tikar ini di butuhkan waktu minimal 1 hari sesuai dengan lebarnya tikar yang akan di buat. Dari tikar pandan inilah nek Maryam membuat berbagai macam kerajinan, tikar bercucuk.

Seusai mengajar pesantren, tangan keriput nek maryam mulai mengurai benang-benang wolnya untuk menyelesaikan pekrjaan,a membuat motif-motif baru untuk karya tikar bercucuknya, hal ini ia lakukan agar tikar-tikarnya lebih kaya warna dan berbeda dari tikar bercucuk yang di jual di pasar, tetapi tidak lepas dari motif aslinya. Motif yang sering ia gunakan dan yang merupakan motif asli yang ia dapatkann dari ibunya adalah, motif sisik ikan, bintng, motif matasari, dan yang ia ciptakan sendiri yaitu biru langit dan bintang, serta gunung . nek Maryam mengatakan, “ aku pak satu-satunya pembuat tikar bercucuk asli, yang buatanku lain daripada yang ada di takengon, oya ara sertifike dari pak bupati, orom ari pameran dekranasda” dengan logat gayonya yang kental, hal ini menjadi suatu kebanggaan baginya. Motif-motif tersebut ia tuangkan ke atas media tikar pandan dengan menggunakan alat Bantu yaitu jarum khusus yang ia buat sendiri dari besi payung yang di sebut dengan seri gatel.Dengan benda kecil inilah nek Maryam menghasilkan begitu banyak tikar bercucuk,jika kita lihat sekilaas tingkat kesulitanya sangat luar biasa, tetapi di tangan nek Maryam semuanya kelihatan mudah, helai demi helai benang ia sulam kan dengan telaten, warna-warna ia susun dengan dinamis, ia bingkai dengan seni berbagai motif ia padukan sehingga bterciptalah tikar bercucuk yang indah dan langka.

Tidak sampai di situ kreatifitas nek Maryam tidak terbatas pada tikar bercucuk saja, ampang,bebalun, sentong, tempat sirih ( mangas )dan, tempat tembakau ( toni bako ).yang biasanya hanya terbuat dari tikar pandan ia modifikasi dengan sulaman benang wol, sehingga lebih menarik . Bebalun adalah tempat batil untuk hantaran pengantin yang di isi dengan sirih, bentuknya memanjang dengan ukuran 50 cm untuk menyambut pengantin laki-laki, sentong adalah tempat beras yang ukuranya dari 1 bambu hingga 2 kaleng beras biasanya di gunakan untuk acara–acara tertentu seperti qurban, fungsinya seperti karung, tempat sirih biasanya digunakan untuk menyimpan sirih bagi orang-orang yang mangas biasanya wanita tua bentuknya memanjang lebih kecil dari bebalun sekitar 25 cm, toni bako adalah tempat tembakau yang ukuranya kecil bentuknya seperti dompet.
Sejak remaja nek Maryam sudah mulai menguasai tehnik pembuatan tikar bercucuk, dari orang tuanya dulu hanya terbatas untuk kebutuhan sendiri; ia dengan tekun mencari corak-corak baru untuk memperkaya koleksi motifnya, hal ini membuahakn hasil. Setelah ia menikah ia masih terus melakukan kagiatan sampingan sebagai pembuat tikar bercucuk, bahkan ketika keadaan sulit ia menjual tikarnya seperti yang ia ungkapkan di atas ““Dulu tikar bercucuk yang saya buat ,saya jajakan keliling kampong demi membiayai sekolah anak saya, tapi sekarang tikar buah tangan saya sudah banyak di minati oleh orang barat, dan pejabat-pejabat daerah, bahkan untuk pameran-pameran tertentu tikar saya sering di ikut sertakan juga”. Dulu tikarnya tidak di minati oleh masyarakat, dengan harga yang ia tawarkan hanya 4000 rupiah saja, untuk ukuran sedang dan 7000 rupiah untuk ukuran besar. Pada saat itu anak pertamanya yang kuliah di medan membutuhkan biaya. Nek Maryam menjajakan tikarnya keliling kampong bebesen, dengan harapan ia bias menjual habis 3 tikar yang di bawa, nasip baik masih berpihak padanya ia berhasil menjajakan tikarnya dengan 15000 rupiah walau dengan susah payah. Berbeda dengan sekarang tikarnya lebih banyak di minati oleh orang luar atau turis karn di anggap unik dan etnis, dengan demikian ia bisa mematok hargan sampai satu juta setengah, untuk tikar bercucuk ukuran besar dengan tingkat kerumitan yang sangat tinggi, dan enam ratus ribu rupiah untuk ukuran sedang ,seratus ribu rupiah untuk ukuran biasa.

Untuk saat ini turis dari Canada sering memesan hasil kerajinanya untuk di jadikan souvenir, pemerintah daerah juga sudah memberikan perhatianya kepada karya nek maryam ini, untuk even-even tertentu tikar bercucuk sering di tampilkan, seperti pameran, kunjungan pejabat, atau kegiatan lainya. Untuk para pecinta etnik sering ,menjadikan tikar bercucuk untuk koleksi barang-barang antiknya dan hal ini menjadikan kebanggan tersendiri bagi janda kreatif ini.

Tentu bukan hal yang berlebihan jika nek Maryam di sebut sebagai gudang kreatifitas, seni gayo karna karyanya yang lain juga mengundang decak kagum, betapa tidak,masih ada karyanya seperti kerawang asli yang motifnya masih orisinil, dan ia mengaku bahwa ia dulu pernah menjadi guru untuk penjahit kerawang. Beliau juga memperlihatkan beberapa hasil karya kerawangnya dalam bentuk ulen-ulen yang dulu di gunakan untuk pernikahan pengantin laki-laki yang bentuknya seprti kain panjang yang di selimutkan melingkari tubuh mempelai lelaki, tapi untuk saat ini lebih di gunakan untuk acara penyambutan tamu kehormatan seperti, Bupati, gubernur dll, dan selalu yang di gunakan untuk even-even besar selalu ulen-ulen buatanya tersebut. Beliau menjelaskan motif-motif yang terkandung dalam ulen-ulen yaitu,emun beriring yang artinya awan berarak, sarakopat,pucuk rebung yang artinya pucuk bambu,pagar, tai kukur,emun bergunting yang artinya embun terpisah-pisah, menurutnya motif-motif inilah yang asli belum di modifikasi dan motif-motif tersebut mengandung makna persatuan dan kesatuan.

Selain itu unntuk pengantin wanita ia juga punya koleksi kain upuh detunjung, dengan motif kerawang yang lebih halus dengan warna merah muda, ada juga upuh pera,dan upuh jerak yang dulu di pakai oleh wanita, yang lebih menarik ada sebuah alat yang di sebutnya “tape”yang merupakan wadah untuk hantaran meminang yang di isi denga beras, telur, jarum, kunyit yang maknanya adalah modal kehidupan, ada juga “gelih” dari anyaman daun pandan hutan yang di gunakan untuk mambawa nasi yang di bungkus daun di bentuk bulat seperti lontong yang isinya 9 buah di berikan untuk mertua yang artinya 9 bulan untuk memulai kehidupan di dalam kandungan.

Tak hanya sampai di situ kerajian kreatifitasnya ada juga bentuk pohon yang di buat dari kertas-kertas yang sudah tidak terpakai yang berbentuk batang gelime (pohon jambu biji ), batang asam (pohon jeruk) tas dari kardus indomie yang rasanya sangat menarik dari baranng bekas. Wanita tua yang kini ramah ini di danai pemerintah untuk naik haji karna ketekunanya untuk membina pesantren terpadunya, serta keliling Indonesia karana kerajinanya mampu mempertahankan citra gayo di aceh, terbukti ia pernah di kunjung gubernur Abdullah puteh beberapa tahun yang lalu.



Tulisan sebelumnya:
«

Tulisan sesudahnya:
»

Isi Komentar

Pencarian